Tuesday 25 May 2010

menuju Paris!


Semua yang indah, romantis dan syahdu menyerang dari pelbagai penjuru ke otakku tentang Paris ketika mau take off dari bandara Munich. Suasana bandara Munich seperti biasanya pagi itu, sibuk dan tertib. Perasaanku suasana lapang sekali mungkin karena desain bangunannya, mengesankan lebih luas dari sebenarnya dan semakin tenggelam pengunjung bandara menjadi noktah-noktah kecil, selebihnya infrastruktur dan fasilitas...toilet kelas hotel, koran gratis, kopi panas, coklat panas, teh gratis dan semua swalayan!!
Aku ambil coklat panas, minuman berbahan baku kakao yang sudah pasti diimpor oleh pemerintah Jerman, negara kita Indonesia adalah peringkat kedua di dunia pengekspor kakao , namun belum merupakan budaya kita untuk minum coklat panas, padahal waduh enaknya minuman coklat panas ini, ditanggung nggak kalah sama teh tubruk atau kopi jos!!

Petugas Lufthansa yang 1 orang sudah siap di depan terowongan menuju pesawat, untuk orang dari dunia ketiga hal ini aneh, tapi memang tenaga manusia sangat mahal di negara maju. Untuk urusan check in malah sekarang nggak ada petugasnya selain sebuah alat elektronik, kecuali yang bawa bagasi masih harus antri di loket biasa.
Jadi ya siap-siap panik bagi yang buta huruf...!
mungkin karena masih terbilang baru diberlakukan alat itu, jadi ada 1 petugas khusus mengawal kalau nggak salah ingat 4 buah alat check in elektronik itu.

Aku juga ambil koran serius die Zeit, Frankfurter Allgemeine, dan Süddeutsche Zeitung, walaupun bisa dipastikan tidak paham isinya, paling tidak keliatan intelek..hehe..
Soal nama koran die Zeit dalam bahasa Indonesia namanya waktu, entah karena kebetulan atau sengaja nama itu kurang lebih sama artinya dengan pers penting Times-majalah dari Amerika, Tempo dari Indonesia, ku jadi punya ide nama kalau suatu saat bikin penerbitan ..KALA...

Perjalanan yang cuma 45 menit menggelembungkan volume dada, sepanjang perjalanan aku tak bisa berhenti untuk tersenyum seolah baru lulus ujian sekolah atau dapat lotere..
yang jelas ada perasaan menang atau apalah...mungkin memang menang juga karena dari seluruh warga RT di kampungku, adalah aku yang pertama kali terbang ke Paris...

Bangga membutakan mata....
pesawat Landing di Charles de Gaulle, utara Paris kota impian.
Begitu keluar dari pesawat langsung terasa aroma khas sebenarnya kota Paris, lebih mirip Jakarta secara ekstrimnya. Petugas yang banyak dan masih bisa dihitung yang bisa berbahasa internasional-kalah sama tukang becak malioboro, jalur keluar yang berliku-liku tanpa petunjuk yang jelas yang berujung di lorong labirin kaca tembus pandang yang membingungkan...untuk mengurangi ketegangan ku pergi ke toilet.
Begitu keluar toilet kenyataan masih sama, kacaunya peletakan petunjuk dan petanda plus ramainya suasana membikin lambat perjalanan untuk segera keluar dari labirin CGU. Masih untung juga ku nggak bawa bagasi karena pasti lebih bingung lagi cari tempat claimnya.

Akhirnya sampai juga di ruangan yang berpintu lagi-lagi banyak, setelah pelajari situasi dan peta yang disediakan di konter pariwisata, ternyata masih harus keluar menuju kereta bandara seperti shuttle bus kalau di cengkareng. Dari kereta itu menuju terminal yang disambungkan dengan stasiun kereta yang membelah kota Paris, tarifnya plafon jadi sama rata sama rasa, jauh dekat sama aja terserah di stasiun mana mau turun...
Aah..panjang juga tulisan ini sebaiknya disambung lain kali aja ya....

sm

Sunday 23 May 2010

The Da Vinci Code in Paris


Paris adalah kota super romantis kata cerita angin yang masuk ke indera pendengaranku. Selanjutnya saking indahnya diberlakukan istilah Parisj van Java untuk kota Bandung yang sedianya mau dijadikan ibukota baru Hindia Belanda setelah kota Batavia terlalu padat.
Sudah banyak karya film, puisi, prosa juga lagu yang mengumandangkan suasana syahdunya ibukota Perancis ini. Makin asoy.. geboy.. jika backgroundnya menara Eiffel, menara besi yang sampai sekarang masih yang tertinggi di pinggir sungai Seine yang sepanjang tahun selalu ramai dikunjungi oleh turis. Melebihi perkiraan sebenarnya menara tersebut itu bisa bertahan sampai sekarang, padahal awalnya diperkirakan hanya akan bertahan 10o-an tahun bahkan oleh artsiteknya sendiri yaitu pak Eiffel.
Paris juga punya Louvre, sebuah museum besar berdiri megah di atas bekas reruntuhan Burg terletak di pinggir sungai Seine juga, yang memiliki koleksi ya ampun buaaanyaknya, meliputi artefak dari jaman Messopotamia, Mesir, Yunani sampai jaman industrial masa kini, butuh sepasang kaki yang tangguh untuk meng-khatam-kan semua koleksinya...
Terutama sekali yang menjadi menu wajib pengunjung di Louvre adalah lukisan yang berjudul Monalisa dari seniman renaisance jenius yang multi talent, pengidap asam urat, konon kabarnya adalah Gay dari Italia Leonardo da Vinci, apalagi setelah belum lama diterbitkan sebuah novel Davinci Code dari Dan Brown yang cukup menghebohkan walaupun filmnya kurang berhasil. Untuk lukisan Monallisa yang mempunyai senyuman misterius tersebut telah disediakan tempat display yang khusus untuk menghidari kemungkinan yang terburuk (pernah hilang dicuri)misalnya dengan adanya kawat pagar berjarak 5 meter dari karya karena begitu banyaknya orang yang ramai berebutan ingin mengapresiasi lukisan cat minyak yang berukuran mini dibandingkan karya seni kontemporer seniman muda yang lagi laris di bumi pertiwi, lukisan tersebut cuma sebesar 50x70 cm, namun kabarnya karya tersebut merupakan karya kesayangan dari pelukisnya sendiri, karena konon lukisan tersebut selalu dibawa kemanapun mbah da Vinci mengembara sampai benar-benar selesai dikerjakan. Selain penikmat karya seni lukis yang serius, terdapat juga pengunjung yang menurutku prosentasinya lebih besar, hanya sekedar mengabadikan dirinya berdekatan dengan lukisan yang sangat terkenal itu.
Dasar orang banyak!, entah nggak tahu atau nggak peduli.., sangat jelas tertulis juga terdapat ikon di sudut-sudut museum bahwa pengunjung diperbolehkan memotret asal tidak memakai kilat atau flash-blitz, yang terjadi di lokasi di mana lukisan Monalisa digantung suasananya lebih mirip ketika terjadi pemutaran perdana sebuah film di mana terdapat karpet merah yang dilewati para selebritis dan insan perfilman dengan beribu flash gemerlapan menyambar dari kamera fotografer....clap..clap...meriah tentu saja...tak lupa jari membentuk simbol V terus deretan gigi entah yang tonggos berkawat atau yang kuning nikotin musti dipertontonkan!
Kota Paris bisa dibilang beruntung ketika perang dunia kedua berkecamuk, kebetulan waktu jatuh ketangan Nazi Jerman, nasib kota dan bangunannya tidak mengalami kerusakan yang berarti, sehingga sampai sekarang kita masih bisa menikmati hasil karya arsitek jaman baheula, tentu saja yang masih terawat dengan baik.
Paris..oh ..paris...masih banyak kata yang akan berlanjut...
sm

Monday 17 May 2010

Di Berlin


Lelaki tengah baya
sendiri di bangku panjang kereta listrik
seraya luruskan kakinya di lorong S-bahn yang sempit
jambang jarang, nampak bekas jerawat di wajah
tapi nggak separah buah mengkudu
pakai tindik 3 tingkat telinga kiri
dahinya terlindungi sedikit lekukan topi kain doreng tentara gurun
jaket jeans kelabu tak dikancingkan, kaos oblong bergabar artis tak terkenal,
celana kanvas hijau luntur belel di lutut dan tumit
sepatu kets warna putih tua dengan serabut di bagian tertentu
coklat abu sorot matanya sesekali melirik orang waspada

takut ada petugas periksa karcis!! denda lumayan kalau kena..

tangannya keluar masuk plastik kresek besar bertuliskan Karstadt
dengan alat produksi gunting kecil bergagang plastik warna oranye aus
sibuk memotong, merangkai tanpa ikebana sejenis bunga Mei
dan menyusunnya lagi serapi bisa ke dalam plastik nama sebuah Mal
biar tidak rusak hasil kreasi dan mudah berganti sent
sambil sesaat selagi mau menenggak bier
botol tanggung coklat yang aman di pangkuan

ada orang yang baru masuk dan duduk di seberangnya
arah selonjor kaki orang tengah baya itu pindah arah
potongan-potongan tangkai yang menurutnya tidak estetis
kocar-kacir di sekitar sepatunya

julius leber brücke kereta berhenti
aku tak sempat lagi melihat kejadian apa selanjutnya

sm