Saturday 26 December 2015

empat jam petualangan (bag.2)


Setelah sadar kalau ketinggalan gulungan lukisan di kereta, begitu aku turun dari bis di halte dekat rumah. Badanku langsung keluar keringat dingin, padahal di musim dingin yang tentunya sudah dingin.
Sejenak aku bingung mau bagaimana, lalu aku coba telpon istriku dengan harapan dia bisa antar balik ke stasiun kalau-kalau S Bahn belum jalan lagi, atau masih ngetem di stasiun Wolfratshausen.
Rupanya setelah berulang kali telpon nggak diangkat-angkat!! ternyata dia nggak di rumah dan hpnya ketinggalan.. sial!
Aku putuskan untuk balik ke stasiun naik bis berikutnya yang ke Bahnhof (stasiun), 15 menit menunggu rasanya ya ampun lama sekali... sambil kepikiran kalau nanti nggak ketemu aku mau pasang iklan dengan foto lukisan yang ketinggalan tersebut, dengan imbalan yang aku juga bingung! haha

Akhirnya bis yang ditunggu sejak tadi datang juga, aku langsung bergegas naik dengan menunjukkan tiket semesteran-ku. Sesampainya di Stasiun hari sudah gelap, aku menuju loket informasi, lapor soal ketinggalan barang di S Bahn yang barusan berangkat. Karena hari itu sudah sangat gelap aku sempat keliru sebutkan jam, aku bilang jam 6 padahal baru jam 5.04 S Bahn yang terduga membawa gulungan lukisanku berangkat, dengan asumsi gulungan terbungkus kertas koran yang sangat berharga bagiku itu belum diamankan orang!. Aku terus tanya kapan S Bahn itu balik lagi ke stasiun ini, petugasnya bilang sejam lagi, sambil sedikit menyunggingkan senyum, lalu aku bertanya apa yang sebaiknya aku lakukan? cuma menunggu sampai ada yang menemukan dan melaporkan, lanjutnya, walah..

Tak puas dengan jawabannya, aku tanya kantor khusus yang urusi barang-barang ketinggalan di S Bahn, katanya di Hauptbahnhof atau stasiun pusat münchen. Setelah mengucapkan terima kasih atas informasinya aku bergegas naik S Bahn ke arah kota, tujuanku cuma satu Fundstelle di Hauptbahnhof.
Di tengah perjalanan aku cek jadwal S Bahn lewat APP, yang siapa tahu dugaanku benar, kereta yang membawa gulungan lukisanku sedang berada di mana sekarang. Aku juga ingat bahwa ada jadwal jalur S Bahn dalam bentuk lipatan kecil untuk disaku yang bisa diminta di MarienPlatz. Sepanjang perjalanan itu aku sibuk dengan rencana-rencana dan alternatif a sampai z, sementara yang di rumah juga mencoba mencari informasi tentang kereta yang berangkat jam 17.04 dari stasiun Wolfratshausen tersebut. namun masih saja Nihil.. bahkan konon kabarnya petugas yang di telpon nggak tahu di mana S Bahn itu berhenti atau mungkin dialihkan ke jalur mana masih buta alias nggak ada informasi yang mendukung selain jadi tahu kalau sebaik-baiknya organisasi angkutan umum di kota seteratur München masih saja ada kelemahannya.. hehe..
Sambil menunggu S Bahn ke arah kota aku tanya petugas pemungut sampah yang bukan orang jerman, kelihatan dari logatnya, selain bilang nggak nemu juga malah curhat tentang kerja yang terburu-buru, karena dia hanya punya waktu paling banyak 8 menit kalau kereta tepat waktu/punktlich, untuk mengosongkan tempat sampah mungil di sepanjang gerbong yang cukup panjang itu. sementara kalau kereta telat datangnya yang sayangnya juga tidak jarang, dia hanya punya waktu beberapa menit untuk tugasnya!.. Aku paham sekali dengan suasana kerja itu, semakin ke bawah kerja semakin berat, bayaran semakin sedikit, mungkin sudah hukum alam kapitalisme.

Nah akhirnya sampai juga di Fundstelle, setelah tanya sama petugas informasi yang kayaknya masih schock dengan kedatangan banyaknya pengungsi di stasiun itu tempo hari. (maklum aku yang asia tidak bisa berubah menjadi eropa!, jadi sejelas-jelasnya aku biacar musti aku ulangi lagi sampai petugas itu paham apa maksudku). Kantor Fundstelle itu cukup tersembunyi, diantara deretan locker yang tinggi untuk menyimpan barang-barang para penumpang yang sekedar ingin jalan-jalan tanpa beban yang berat, tentunya harus memasukkan koin uang jika ingin menggunakan jasa locker tersebut.
Sepi kesan pertama beitu memasuki kantor tersebut, lain dengan suasana di luar gang yang selalu hiruk pikuk, maklum stasiun pusat, dengan jumlah jalur sampai 34 rel (bandingan dengan jakarta yang penduduknya sepuluh kali lipat tapi jalur keretanya tak sampai separuhnya!).
Petugasnya sedang sendirian dan tak nampak ada kerjaan, namun sedang ada di belakang jauh dari meja terima tamu sekaligus pembatas antara tamu dan tuan rumah. Di pintu depan tertulis harap antri satu-satu.. mungkin pada hari biasa banyak orang yang mau mencari barangnya yang ketinggalan di kereta. Asumsi demikian berakibat sebuah konklusi bahwa banyak orang yang juga pelupa.. hehe.
Tak banyak yang aku dapatkan darinya, cuma dia bilang kalau nanti barang ditemukan baru hari senin akan dikumpulkan dan diantar di kantor itu, sementara hari itu baru jumat sore jam setengah 7, sudah pasti masinis yang menemukan juga belum sempat melaporkan seandainya masinis itu memang menemukan, nah semuanya memang serba tidak pasti dan banyak menduga-duganya.. asas praduga tak bersalah haha.

Aku lalu pamit mengucapkan terima kasih walaupun belum ada perkembangan positif yang aku dapatkan selain 2 carik kertas potongan kertas hvs ukuran kartu nama yang memuat alamat kantor itu beserta nomer hotline yang bisa dihubungi setiap saat, namun sebaiknya aku senin sore kesitu lagi anjurnnya.
Bergerak menuju Marienplatz, di kantor informasi orang bisa mendapatkan jadwal S Bahn kemanapun jurusannya dengan gratis. Istilahnya Fahrplan (rencana perjalanan) itu aku dapatkan juga dari sang petugas yang juga sangat sibuk melayani para pendatang baru di stasiun, yang kebanyakan turis.
Aku langsung pelajari jadwal mungil dengan tulisan kecil-kecil mungkin berukuran font 7 atau bahkan 6, untungnya mataku masih agak normal jadi masih bisa membacainya.. sambil melanjutkan perjalanan ke arah pulang, karena bagaimana pun juga S Bahn tadi juga kaan balik ke arah Wolfratshausen.

Sesampainya di stasiun Wolfratshausen sudah menunggu keluarga tercinta, jadi aku tak perlu naik bis lagi ke rumah. Kesimpulanku setelah mempelajari Fahrplan yang mungil tadi, bahwa sang terduga S Bahn yang membawa gulungan berharga itu tak langsung balik ke arah wolfratshausen melainkan istirahat satu jam di stasiun akhir tujuan. Dari situ seandainya jadwalnya sesuai, kereta tersebut akan sampai lagi sekitar jam 20:50 di Stasiun kota tua yang mempunyai maskot seekor serigala. Kami pun pulang dengan hati masih berdebar namun aku sendiri mencoba tenang setelah usaha yang tidak menghasilkan sejak tadi.

Akhirnya mendekati jam D, aku dan istriku ke Stasiun kereta lagi, dengan harapan lukisanku masih ada di kereta itu, seandainya gulungan itu nggak ada hari senin baru akan mencoba lagi mencarinya. Kereta yang ditunggu belum datang ketika kami di tengah hawa dingin yang menusuk biasanya tulang tapi saat itu tidak bagiku, aku malah kepanasan dengan jaket tebal yang kukenakan waktu itu. Akhirnya kereta datang.. aku berlari kearah lokasi di mana tadi aku menaruh gulungan itu. Dengan sedikit membungkukkan badan aku bisa melihat rak-rak di dalam kereta yang terang benderang interiornya itu. Begitu kereta berhenti semua jadi lebih jelas, dan gulungan yang terbalut koran bekas itu masih tenang di sana!!
Aku langsung teriak es ist noch da.. yang artinya gulungan itu masih ada!!

syukur allhamdulillah, rupanya orang nggak ngeh dengan gulungan tersebut, bahkan sang masinis belum sempat menemukannya. Huh petualangan selama 4 jam sudah berakhir dan waktunya untuk istirahat dan tidur dengan senyum di bibir.

 

Friday 25 December 2015

Empat jam Petualangan (bag.1)

Hari itu jumat seperti biasa namun akan menjadi sebuah pengalaman yang tidak biasa.

Sore setelah selesai melukis di kampus AdBK münchen, aku mulai berkemas untuk istirahat dan pulang. Salah satu lukisan yang selesai aku copot dan gulung, agar nanti spanramnya bisa dipakai lagi. Maklum di jerman aku nggak punya ruang atau gudang untuk menyimpan karya yang luas, jadi setiap karya selesai langsung digulung agar lebih irit tempat untuk menyimpan.

Gulungan lukisan itu mempunyai diameter 10 cm dengan panjang kira-kira 120 cm, dibungkus kertas koran bekas. Yak sip.. nggak ada barang yang ketinggalan, aku pamit ke teman-teman sekelas yang masih berkerja waktu itu, jalan ke arah U Bahn, stasiun kereta bawah tanah dengan gulungan lukisan yang menurut profesorku cukup bagus. Dari stasiun U Bahn saya akan pindah ke S Bahn, kereta listrik lainnya yang melayani trayek sampai kota-kota kecil pinggiran münchen, termasuk kota kecil di mana kami tinggal.

Dari Marienplatz, stasiun S Bahn yang juga ada di bawah tanah, naik naiklah aku S Bahn jalur 7 atau S7 sampai stasiun terakhir. Pada jam-jam pulang kerja seperti sore itu, jam 4:10 kereta cukup penuh bahkan sering kayak es cendol kondisi dalam gerbong. Saya selalu pilih masuk gerbong pertama paling belakang, biasanya para penumpang lebih suka ambil tempat paling depan dan seterusnya. Untuk info saja, bila siang atau jam sibuk S Bahn menarik 2 buah kereta yang terpisah, masing masing kereta itu terdiri dari beberapa gerbong yang tembus dari ujung depan sampai belakang. Dengan pertimbangan longgarnya tempat aku memilih duduk santai di bagian belakang yang biasanya untuk parkir sepeda, ada deretan bangku yang naik sendiri kalau nggak dipakai, jadi tak perlu berdesak-desakan di gerbong depan, walaupun juga nanti pas mau keluar saya juga merangsek ke depan, namun situasinya sudah berbeda, penumpang semakin sedikit seiring mendekati stasiun akhir. Perjalanan menuju stasiun terakhir, larinya S Bahn ini mirip dengan kereta ekonomi yang harus berhenti di beberapa stasiun untuk menaik-turunkan penumpang kemudian langsung jalan lagi.
 
Perjalanan ke rumah cukup memakan waktu, jadi alangkah baiknya kalau yang kurang lebih 40 menit tersebut (menurut jadwal, yang kadangkala juga molor karena gangguan listrik, simpangan dst.) dimanfaatkan untuk membaca, begitulah yang dilakukan banyak penumpang jarak jauh di sini, lumayan nggak bengong nan bosan
Gulungan lukisan lalu aku taruh di atas rak di atas di mana aku duduk manis, sementara aku keluarkan bacaan pembunuh waktu sore itu, buku yang kali ini dapat giliran adalah novelnya laksmi Pamuncak berjudul Aruna dan lidahnya. Ceritanya tentang 3 orang sahabat yang gemar berburu kuliner. Saking serunya menyimak perjalanan mereka bertiga itu dari warung, kedai dan restoran mencari referensi rasa, perjalananku pun sampai tujuan, stasiun wolfratshausen. Makanya saudaraku sekalian bacalah di mana pun kalian berada! Iqra!

Dari Stasiun Wolfratshausen aku naik Bis kota yang mengantar para penumpang ke daerah yang tak dijangkau jalur S Bahn atau Schnell Bahn/kereta cepat. Dengan percaya diri aku naiki bis ke arah dusun kecil di mana aku selama ini menetap. Namun begitu sampai dan turun dari bis kota yang nggak pakai kernet itu di halte bis depan dusun kecil yang suasananya lebih sepi dari kuburan kalau pas nyadran, aku baru sadar kalau gulungan lukisan kanvasku masih ada di S Bahn!!

Saturday 31 October 2015

Menuju ke Frankfurt am Main



Ketika mendengar indonesia menjadi tamu kehormatan di Frankfurt book fair, aku ikut bangga walaupun dalam kenyataan tak terlibat apa-apa!. Mungkin karena rasa nasionalisme yang membara hasil gemblengan rezim Orba dengan P4-nya. Apalagi menyadari bahwa negara sebesar RI di jerman belum banyak dikenal oleh dunia (sebuah pertanyaan klise: indonesia sama bali sebelah mana?). Menyusul pertanyaanku suharto dan orde barunya kemana saja selama 32 tahun itu??. Sehingga ada rasa penasaran yang membuncah ingin menyaksikan bagaimana presentasi panitia indonesia tentang image indonesia di mata dunia melalui festival buku terbesar dan tertua sejagat itu.

Frankfurt sebenarnya hanya sebuah kota kecil, sehari jalan mondar-mandir dari ujung kota yang satu ke ujung kota yang lain bisa beberapa kali dilakukan. Sebelum lebih jauh, di jerman ada 2 Frankfurt, yang satu terletak di dekat sungai Oder yang letaknya di dekat kota brandenburg, yang kedua yang berada di dekat sungai Main, makanya disebut atau harus ditulis Frankfurt am Main. Di sinilah tempat event tahunan bookfair diselenggarakan. Dari kota ini seluruh penerbangan maskapai Lufthansa bertolak atau mendarat sebelum berpencar ke seluruh penjuru jerman. Jumlah penduduknya nggak sampai satu juta jiwa, cuma 700 orang!.

Walaupun sebuah kota kecil, banyak gedung pencakar langit menghiasi horizon, terutama sejak banyak kantor bank membuka cabangnya di sini, bursa efek-nya jerman juga ada di kota ini. Bangunan yang baru saja selesai tahun 2014 dibangun adalah sentral bank eropa, yang mempunyai ketinggian 185 meter. Melengkapi gedung-gedung tinggi yang menjadikan pemandangan kota frankfurt tiada duanya di jerman.

Bicara kriminalitas, kota kecil ini menempati peringkat pertama dari seluruh kota-kota di jerman. Data statistik menunjukkan dari waktu-kewaktu kota frankfurt terus menerus sebagai jawara kriminalitas. Bahkan oleh media dijuluki die Hauptstadt des Verbrechens/ibukota para penjahat dan Gefährlichstes Pflaster Deutschlands/jalanan paling berbahaya di jerman. Statistik di samping kanan adalah data dari tahun 2014. Perhitungannya berdasarkan laporan tindak kriminalitas per 100.000 jumlah penduduk. Peringkat satu sampai tiga kota di jerman yang paling berbahaya adalah frankfurt, köln, dan berlin. Semoga kita semua semakin berhati-hati lagi di mana pun kita berada, karena tindakan kriminal bisa terjadi bahkan di negara maju sekalipun. Eling lan Waspodo lah!

kepala janus


Pengalaman yang diperoleh dari berkunjung ke Frankfurt book fair bulan kemarin sungguh sangatlah berharga. Banyak sekali jika dihitung, baik yang positif atau pun sebaliknya, semuanya menjadi guru kita yang paling mumpuni. Hal ini dimetaforkan dengan baik mitologi yunani kepala janus.

Singkat cerita, ditengah ketidakpastian akan menginap di mana pada malam pertama di Frankfurt, tak sengaja aku bertemu rombongan wartawan dari indonesia yang salah satuya menawarkan tempat untuk tidur. Sungguh beruntung sekali badan ini, begitulah kebaikan dari orang sebangsa setanah air yang akan mustahil diharapkan pada budaya lain. Aku pun selamat dari hawa dingin musim gugur di kota itu yang sangat terkenal menusuk tulang karena hembusan angin dari sungai main.


Di hotel tempat para wartawan itu menginap, ternyata menginap juga rombongan sastrawan dan pengisi acara di bookfair. Tak sengaja pula aku ketemu dengan Jawara komik nasional yang dulunya kakak kelas di ISI yogyakarta, Beng Rahardian. Kami pun sarapan bersama di hotel, yang pagi itu ramai sekali dengan tamu-tamunya dari tanah air. Rupanya keberuntungan ini masih berlanjut. Melalui Beng aku kenalan dengan Gola Gong, penulis balada si Roy yang legendaris tahun 80-an. Sementara hilir mudik di tempat sarapan itu wajah-wajah yang biasanya hanya aku saksikan di koran dan televisi.

Selesai sarapan, dengan kartu sakti yang pagi itu aku dapat, berangkatlah aku dengan pendiri akademi samali ke Buchmesse. Dari stasiun pusat atau hauptbahnhof kami berjalan kaki menikmati jalanan frankfurt pagi hari itu yang muram, tak ada matahari angin sembribit dan ramai pejalan kaki. Rupanya hari itu ada kontes kostum manga!, tak sedikit di antara pejalan kaki yang memakai busana fantastis aneh-aneh, mereka berderap menuju arah yang sama dengan kami sebuah pameran buku yang konon terbesar dan tertua di dunia ialah frankfurt bookfair!.

Sampai di Paviliun aku lalu berjalan sendiri sementara sang kakak kelas menjalankan tugasnya, komik battle katanya. Menyaksikan dengan kagum display stand indonesia yang redup temaram syahdu. Ruangan yang begitu luas di ruangan yang dinamakan Forum itu terkesan menjadi sempit dan pas. Aku berjalan berdesakan diantara pengunjung dan dekorasi lampion yang menjulang ke atas langit-langit. Sambil sesekali mencoba menghubungi melalui sms dan wa teman yang sejak kemarin belum juga ketemu. Di depan pintu masuk ada meja panjang dengan para penjaga pintu yang selelu menebar senyum membagikan katalog-katalog dan souvenir dari negara yang menjadi tamu kehormatan tahun ini. Di belekang meja tersebut terpampang dua tulisan diatas bidang yang berbentuk leporelo atau zigzag. Sehingga kalau dari samping sudut tertentu akan terbaca dengan jelas masing-masing kalimat bijak dari dua pujangga dunia. Kalimat yang pertama adalah dari Pramudya ananta toer dan yang kedua dari sudut kanan terpampang kutipan terkenal dari Johann Wolfgang von Goethe, yang lahir dan besar di kota ini.

Di depan pintu masuk tersebut aku nongkrong diatas bangku-bangku anyaman rotan yang kokoh nan artistik bentuknya, dengan harapan ee siapa tahu akan ketemu teman lagi. Ternyata benar juga, banyak teman dan kenalan yang tidak harus janjian lebih dulu bisa ketemu ditempat itu. Ah orang kita ternyata masih bangga menjadi bagian dari NKRI walau bagaimana pun keadaannya. Acara seperti ini bsa menjadi media temu kangen sesama anak negeri. Buktinya dari pelbagai penjuru kota di jerman bahkan dari negra tetangga, mereka berbondong-bondong ikut mangayu bagyo perhelatan spektakuler ini. Ada teman yang tinggal di jakarta jauh hari mengabarkan kalau anaknya yang sekolah di denmark mau datang ke bookfair. Dari ibukota jerman Berlin datang juga teman yang sangat jarang ketemu, dari kota tertua di jerman Trier, rombongan keluarga yang aku kenal juga hadir, belum termasuk orang-orang yang tak terhitung jumlahnya yang belum aku kenal. Tak heran jika di akhir acara indonesia dinisbatkan menjadi tamu kehormatan terbaik sejak 10 tahun terakhir.

Malam hari itu akhirnya aku bisa juga ketemu dengan teman sejak hari pertama ingin ketemu, Ternyata dia yang mendesain grafis seluruh kontingen indonesia. Hebat semua orang-orang yang saat itu ada di sekelilingku, aku pun ikut bangga tentunya. Keberuntungan yang tak henti-hentinya mengucur, di lain sisi cerita musibah yang dialami panitia juga tak kepalang tanggung. Dari teman itu aku juga tahu ada cerita perampokan, pencurian dan masalah beacukai yang dialami dari teman panitia, prosentasenya mengerikan. Dari 60 orang ada 5 orang yang terkena musibah dari yang kategori ringan sampai yang berat kehilangan passport. Pada malam itu pula teman wartawan yang kemarin menampungku menginap dikamar hotelnya kehilangan amplop yang berisi uang yang lumayan jumlahnya, katanya amplop itu selalu barada di dalam tasnya, sementara tak sekejab pun tas itu berpisah darinya. Nah loh.. dalam posisi itu aku merasa tertuduh walaupun tak terucapkan, seketika rasa tak nyaman menjalar pada tubuh ini. Entah bagaimana caranya aku rasa tidak akan bisa meyakinkan bahwa aku bukanlah penjahat. Namun aku pun tak perlu membuktikan apa-apa pada teman yang kehilangan amplop tebal itu. Yang jelas aku telah berhutang budi padanya telah menyelamatkanku dari udara dingin muram musim gugur malam pertama di frankfurt.

Sekali lagi pengalaman adalah mahaguru.


Sunday 4 October 2015

Tutur Tinular

Sri Maryanto, 4 Kepala, 2000, Cat air di atas kertas

Hari ini setengah abad lampau sejauh yang aku dengar kabar burungnya, juga aku baca beberapa gelintir cerita yang sempat tertulis, suasana di jakarta sangat mencekam! bukan hanya di jakarta tapi di mana pun di seluruh wilayah indonesia, terutama di daerah di mana terdapat aktifis kiri berada. Antara bingung mau bertindak atau diam saja!

Dua kubu yang bisa diibaratkan minyak dan air sedang dalam gesekan. Mereka belum tahu apa yang akan terjadi selanjutnya bahkan tak akan pernah tahu kalau dari peristiwa 50 tahun silam masih membekas sampai generasi sekarang bahkan dikhawatirkan masih akan terus menghantui generasi masa mendatang, selama belum ada penjelasan dari pihak pemerintah yang berkuasa, bagaimana sebenarnya peristiwa yang ditutup-tutupi itu bisa terjadi.

Kepada kami terus diberitahukan bahkan terus menerus dipaksa menerima pengetahuan sepihak bahwa orang-orang kiri itu lah yang memberontak, menyiksa dengan kejam, memotong kemaluan, mencongkel bola mata, pesta sex dan yang terakhir menurutku doktrin paling sukses adalah mengelabuhi orang banyak adalah bahwa orang-orang komunis itu anti Tuhan!.

Berita tentang otopsi dari tim forensik pada mayat tentara yang dikeluarkan dari lobang sumur tua tak pernah sampai masuk ke pemikiran masyarakat, karena beberapa alasan diatas telah menutup semua akal sehat sehingga tak lain dan tak bukan segera bertindak menuntut balas, yang lebih kejam lagi. Ephoria amuk mendapatkan bahan bakarnya. Para pelaku pembantaian lupa diri kalau mereka adalah juga manusia bukan dari golongan hewan. Alasan yang klasik adalah lebih baik membunuh dahulu daripada dibunuh.

Pembantaian massal yang terjadi pada hari, bulan bahkan beberapa tahun berikutnya itu tak pernah dipelajari dalam sejarah resmi. Aku masih beruntung masih sering mendengar celoteh saksi mata yang mengatakan bahwa di sungai-sungai besar yang melintasi kampung-kampung terpencil itu tempat mengebumikan orang kiri atau yang dituduh sebagai kiri, jadi tempat itu sekarang menjadi angker, hati-hati nak!. Celotehan yang mungkin tidak secara sengaja malah akan terus menghidupkan sejarah secara lisan, bahwa dulu telah terjadi peristiwa yang besar dan membekas dalam ingatan massal, seperti sebuah dongeng tutur tinular yang terus hidup tanpa dituliskan, kecuali jika cerita itu sudah sangat membosankan. Namun perlawanan terhadap rasa takut akan terulangnya peristiwa itu terjadi secara alamiah digethok tularkan kepada generasi penerus, suasana menakutkan yang diteruskan sebagai peringatan.

Pengetahuan yang dicekokkan ke otak siswa sekolah dasar negeri inpres oleh sang pemenang sama sekali berbeda dengan pengetahuan yang didapat langsung dari lingkungan. Ada sesuatu yang aneh yang dulu tak terbantahkan namun tidak tahu mau bertanya kemana. Ada dua kenyataan yang berdampingan tapi tidak saling bersentuhan, seperti air dan minyak.

Akhirnya rezim Suharto hancur tapi belum lebur, sejak itu kabar tentang peristiwa kelam tersebut semakin santer dan terbuka. Belakangan aku baru tahu, ternyata banyak tokoh-tokoh pemikir bangsa legendaris, yang ironisnya tak hidup di jaman Gestok pun ikut dihilangkan, karena dianggap mengancam pengetahuan yang sudah diresmikan pemerintahan Orde Baru. Begitulah setelah Orde Reformasi yang basa basi membuka keran kebebasan bersuara, paling tidak masyarakat sudah diberikan peluang untuk melihat dengan kacamata seimbang peristiwa masa lalu yang mendasari tatanan sosial pemerintahan sekarang.

Sudah jatuh tertimpa tangga, begitulah kondisi PKI dan ormas-ormasnya waktu itu, sudah divonis bersalah, walaupun belum tentu benar, dikejar-kejar, diburukan dan dibinasakan, tetap saja tak ada ampun untuk anak cucunya. Siapa yang bertanggung jawab: aku kira semua bisa menjawab tapi tak mampu melakukan apa-apa selain mengeluh dan mengeluh, karena negara lah yang paling berkuasa melakukan itu semua. Aku pribadi setiap dengan kata Rezim konotasinya sungguh mengerikan sekali.

Besok, setiap tanggal 5 Oktober akan diperingati secara besar-besaran hari ABRI, yang akan mempertontonkan kekuasaannya kepada rakyat biasa. Jangan macam-macam dengan yang punya senjata, kau akan binasa. Tentara untuk mengamankan negara dari ancaman luar malah mengancam dan memerangi rakyat sendiri, aneh.
Selamat menikmati ketakutan kawan atau melawan!

Friday 1 May 2015

Selamat hari pendidikan

Saya sering keliru antara tanggal 2 mei dan 20 mei, dulu kesannya tanggal 2 mei karena secara visual lebih kurus, jadi lebih cocok jika dihubungkan dengan hari kebangkitan nasional dan tanggal 20 sehubungan dengan angka nolnya, lebih afdol kalau dikaitkan dengan dunia pendidikan, karena nol adalah kosong menandakan otak kosong yang perlu diisi dengan pendidikan yang berguna. Ternyata semua pranalarku keliru.. makanya setiap ujian PMP yang menanyakan soal itu membuatku kalang kabut...hehe..

Sekarang untungnya tak pusing lagi soal tanggal-tanggal itu, lambat laun setelah mendekati uzur, angka dua urutannya adalah setelah satu. Agar tak lagi bingung dan terbalik antara Hardiknas dan Harkebnas, saya selalu berpikir bahwa para pekerja juga harus terus belajar! Setelah hari buruh tanggal 1, pendidikan tanggal 2, artinya sambil kerja keras kita harusnya tetap belajar sampai liang kubur! waaaaa horor..

Kenapa tanggal 2 mei ini disebut dengan hari pendidikan nasional? jawabannya silahkan cari di google, pasti ada, yaitu hari ulang tahun ki hajar Dewantara, pendiri taman siswa dan mantan menteri pendidikan.
Yang sering saya tanyakan dalam hati, kenapa tidak sebulan setelahnya yaitu 2 juni hari ulang tahun Tan Malaka, yang dijadikan hari pendidikan nasional?
Tan Malaka bersama Semaun dan Darsono mendirikan sekolah rakyat yang menerima bahkan menganjurkan rakyat jelata untuk menikmati indah dan pentingnya belajar di sekolah. Tan Malaka memang lebih muda 8 tahun 1 bulan dari Ki Hajar, namun sebelum Taman Siswa didirikan pada tanggal 3 juli 1922, Tan Malaka sudah ditangkap penguasa kolonial Belanda 13 februari 1922, karena sekolah-sekolah rakyat yang didirikannya semakin meluas dan mendapat sambutan hangat oleh semua kalangan. Ironisnya beliau ini ditangkap ketika menghadiri peresmian sekolah rakyatnya di bandung. Nah..

Nasi telah menjadi bubur.. bubur pun tetap enak di makan apalagi pakai sambel lethok bikinan emak!
Tak perlu dan tak ada niat untuk menuntut pergantian Hardiknas ini, yang terpenting nama baik tokoh pendiri bangsa dan guru sekalian tokoh revolusi ini dibersihkan dari coreng moreng jelaga orde baru.
Eh, mungkin banyak yang belum tahu kalau yang menerjemahkan lagu khas sayap kiri: the Internationale adalah Ki Hajar Dewantara, tokoh yang hari ulang tahunnya kita peringati sebagai Hardiknas.
Tanya: Atau orde baru sebenarnya belum mati?




Saturday 14 March 2015

Musim semi tak pernah final!


Akhirnya resmi juga sejak kemarin musim semi atau Frühling berlaku. Temperatur sudah mulai menghangat, tapi tak juga melampaui kisaran 10derajat celcius, apalagi kalau malam suhu tetap saja beku.
Naiknya temperatur bukan berarti langsung terasa hangat, tapi malah kadangkala terasa lebih dingin dibandingkan ketika musim dingin. Mungkin karena psikologi badan tak siap dengan suhu dingin, beda ketika musim dingin badan sudah siap-siap dengan suhu yang bisa dipastikan dingin sekali. Ketika ada matahari bersinar pada musim semi kelihatannya seperti musim panas yang gerah, namun seketika ada angin berhembus, seperti udara kutub yang sedang mampir, bbrrrr!.
Pada musim semi tumbuhan mulai menampakkan batang hidungnya, semua berlomba untuk menarik perhatian sang lebah, tawon, kumbang, kupu-kupu dan sebangsanya! siapa kalah bersaing tak dapat mencapai maksudnya. Maksud itu macam-macam: ada yang ingin buahnya lebat, ada yang ingin meneruskan keturunan, ada yang menggoda manusia untuk memetiknya, padahal bunganya beracun! Di mana-mana bunga.. memang indah sekali ketika musim semi..
Indahnya musim semi juga sering untuk perupamaan indahnya revolusi sosial. Misalnya ada istilah arabischer Frühling, ketika itu negara-negara di jazirah arab, seperti tunisia, mesir, libya, sedang dilanda revolusi menggulingkan rezim diktator. Massa bergerak dengan semangat yang sama: Perubahan!
Indonesia pun pernah mengalami revolusi itu, diawali dengan penculikan golongan tua (sukarno-hatta) oleh golongan muda jaman itu (sukarni cs.) untuk memaksakan proklamasi 17 agustus 1945.
Setelah republik muda berdiri, semua rakyat angkat senjata ala kadarnya merebut kekuasaan yang kala itu masih dipegang jepang. Pelucutan senjata dan perampasan amunisi oleh rakyat terjadi secara sporadis di mana pun ada markas tentara jepang. Bahkan sekutu pun dilawannya, karena rakyat tahu kalau tentara NICA ikut serta dalam rombongan tentara inggris, ingat pertempuran dashyat 10 nopember di surabaya. Sayang lagi-lagi golongan tua yang malah melemahkan revolusi 45 itu, perlawanan dihentikan, pelucutan senjata dilarang, banyak terjadi penangkapan dengan dalih menjaga keamanan. Keamanan siapa? yang jelas sekutu dan belanda sangat diuntungkan dengan sikap golongan tua. Revolusi pada akhirnya malah memakan anak-anaknya sendiri.
Nah sejarah masih terus berulang sampai sekarang.... adakah musim semi di tanah air?


Monday 2 March 2015

Apalah arti sebuah nama!


Sebenarnya bagian atas mau saya unggah foto karya lithographie, namun setelah beberapa kali dicoba gagal terus! paling tidak ini sekedar diskripsi karya litho kedua saya:

Karya lithografie ini saya cetak tahun 2012 di atas kertas bütten, dengan tinta hitam. Desainnya saya selesaikan dengan arang yang sudah berbentuk pensil, dengan teknik arsir halus semampunya. Sebuah sosok bertopeng yang menguasai bidang gambar menghadap ke arah kanan, bergaya batman, namun bertelinga tikus bukannya kelelawar, sedang berenang di lautan rumput. Sosok tersebut hanya terlihat kepala dan badan bagian atas. Mulutnya nampak tertawa, gigi-giginya yang rapi dipamerkannya. Sorot matanya sayu atau kosong seperti orang mabuk atau sedang hikmat mendengarkan cerita. Di atas kepala sosok tersebut ada simbol lingkaran kabut atau yang menandakan kalau sosok tersebut termasuk golongan orang suci, hampir mendekati sifat malaikat.
Seekor burung yang menyerupai burung gagak hinggap di telinga kirinya dengan kepala menghadap ke bawah, seolah burung tersebut sedang bercerita atau memberi kabar kepada sosok tersebut apa saja yang terjadi di belakangnya. Di lihat dari janggutnya yang berjenggot kemungkinan besar sosok tersebut adalah laki-laki. Pada topeng bagian atas mata sebelah kanan tergambar kilatan petir, seperti logo PLN. Walaupun bertelinga tikus tapi daun telinganya lebar sekali hampir mirip dengan tokoh kartun mickey mouse walt disney. Pada latar belakang ada sebuah pohon yang berjendela banyak tapi kecil-kecil apad batang pohon dengan lampu-lampu menyala pada ujung-ujung rantingnya. Di belakangnya lagi ada seorang yang sedang memunggungi kita, bercaping  dan mengenakan baju putih garis kotak-kotak sedang membawa celurit, seperti sedang memburu sesuatu. Apakah orang bercaping tersebut sedang mencari sosok bertopeng? Di kejauhan nampak api sedang membara, telah terjadi kebakaran sepanjang horison! makin ke atas langit semakin gelap nan kelam! (begitulah kira-kira sedikkit diskripsi karya saya yang berjudul: Berenang, 2012)

Sedangkan yang di bawah ini adalah tulisan blog yang sesungguhnya:

Setiap orang dilahirkan tanpa nama.
Orang tua kita yang memberikan nama kita.
Orang tuanya orang tua kita yang memberi nama orang tua kita.
Kakeknya orang tua kita yang memberi nama kakek kita.
Orang tuanya kakek orang tua kita yang memberi nama kakek orang tua kita.
Begitulah seterusnya sampai tidak bisa terlacak lagi sejak kapan nenek moyang kita memberi dan menemukan nama untuk penanda.
Kalau riset silahkan, ini peluang bagus untuk disertasi dan promosi!

Foto karya ahirnya bisa diunggah juga setelah merubah formatnya menjadi tiff, nggak tahu juga format apa itu sebenarnya?

Saturday 28 February 2015

Kupu-kupu yang lucu

 
Suatu pagi di studio Lithographie Akademie der bildenden Künst München. Masih sepi seperti biasa, orang-orang yang aktiif di studio datang hampir selalu siang. Siklus kehidupan pekerja seni di seantero jagat hampir sama, lebih senang lembur dan suka bangun siang!

Aku mengambil kertas Bütten, kertas katun buatan tangan yang konon bisa bertahan sampai ratusan tahun tak bakalan menguning atau berubah warna. Ukuran kertas yang aku siapkan untuk lukisan cat air ini tidak besar, cuma 50 x 65 cm. Alat-alat disiapkan, tak perlu rumit-rumit, cukup pensil, kuas 3 biji, dan ember air selebihnya ide dan semangat. 

Tangan kananku menggores sketsa, memindahkan gambar yang ada di kepalaku, dengan mata yang menjadi wasit, apakah kerjaan tangan ini sudah sesuai dengan gambar yang ada kepalaku. Setelah beberapa koreksi tanpa menghapusnya karena goresan sketsa cukup tipis hampir tak terlihat, aku mulai menorehkan kuas dengan warna terang lebih dahulu. Kemudian bergera menuju ke arah kegelapan!

Sudah lama sekali aku tak melukis memakai cat air, ternyata hasilnya tak mengecewakan! ceritanya tentang utopia, seorang pemburu yang diburu!

selamat menikmati!
haha


Sunday 22 February 2015

selamat musim dingin!





Hallo semuanya!
Saya mengucapkan selamat tahun baru 2015 dan tahun baru imlek 2566.

Mungkin kebanyakan orang berpikir kalau winter berada di akhir tahun kalender masehi, pada kenyataannya bulan desember musim dingin secara resmi baru dimulai untuk 3 bulan kedepannya, bahkan masih bulan-bulan berikutnya lagi kalau sedang ada perpanjangan musim..

Dari film-film barat kita tahu kalau salju dan peringatan natal adalah satu kesatuan. Suasana syahdu sering digambarkan dengan nyala lilin-lilin kecil di pohon natal di dalam rumah yang di bawahnya bertimbunan hadiah yang siap dibuka tengah malam, suasana tersebut ternyata mampu menggantikan murung musim dingin.
Alhasil di daerah yang tak bermusim dingin ketika natal di bulan desember, dibuatlah pernak-pernik salju palsu agar suasana syahdu dari peringatan natal di eropa bisa juga dirasakan. Kita tahu di Australia sedang musim panas ketika di Eropa sedang musim dingin, namun hiasan putih salju artifisial tak pernah ketinggalan.

Sebenarnya sungguh beruntung di tanah air kita yang cuma bermusim dua, pula selalu hangat. Tak perlu repot-repot menyalakan perapian di dalam rumah, setiap saat bisa mendapatkan udara segar di dalam rumah. Rumah-rumah di daerah yang punya musim dingin didesain tertutup rapat, agar udara dingin yang ganas tak masuk, dan udara hangat tetap berada di dalam rumah. Akibatnya kondisi udara pengap dan sumpek, kalau sirkulasi udara tak lancar bakteri penyakit pun senang tumbuh kembang. Banyak bibit penyakit yang beredar selama musim dingin, apalagi kalau orang nggak mau keluar cari udara segar di luar yang dinginnya menggigit.

Bulan kemarin seperlima masinis kereta api di München terkena serangan flu, sehingga banyak kereta yang tak jalan sesuai jadwal! Bulan februari ini sudah hampir habis tapi musim dingin belum tampak akan berlalu. Salju-salju yang dari bulan kemarin saja masih berserakan dan bertumpuk-tumpuk.. hari ini hujan salju lagi di selatan München!!

Winter ist noch nicht vorbei!