Thursday 26 November 2009

Cerita Tentang Gagak




Pertama keluar bandara Munich, aku begitu terkesan dengan burung gagak yang ada di sawah-sawah longitudinal di kanan-kiri jalan raya. Burung ini dalam bahasa Jerman disebut die Krähe, warnanya hitam kelam sekujur badan, suaranya serak-serak garing. Mereka banyak terdapat di mana-mana, di taman, kota, desa, di sawah-sawah, dan sebagainya. Sepertinya selain burung merpati yang memang sudah terkenal sebagai penghuni gedung-gedung di kota-kota wilayah Eropa, gagak juga akan menjadi trade mark.
Mereka bisa bertahan dalam suhu yang mengharuskan manusia membungkus seluruh badannya dengan jaket wool yang tebal. Mereka juga telah bisa beradaptasi dengan lingkungan yang telah dibentuk manusia.
Kata kawanku yang lahir dan besar di sini, burung gagak yang ada sekarang lebih banyak jumlahnya, bahkan tak terduga bisa sebanyak itu. Tahu sendiri jika musim dingin suhunya bisa minus...yang ya ampuuun dinginnya. Banyak sekali burung yang mulai berimigrasi ke Afrika ketika suhu di Eropa mulai dingin. Sementara itu butrung gagak tetap bertahan dengan segenap kecerdasannya untuk tetap survive.
Di kota kita bisa lihat burung gagak itu bisa dengan santai sekali berdekatan dengan manusia yang lalulalang di jalan-jalan seolah burung yang jinak. Dan memang orang disini tidak seperti di kampung halamanku yang senang berburu burung untuk dimakan. Jadi mungkin mereka gagak-gagak itu tahu manusia di sini tak akan mengganggunya.
Banyak cerita tentang begitu cerdasnya burung ini untuk survive. Pernah suatu kali orang memperhatikan ada gagak yang menjatuhkan biji-bijian yang keras dari atas ketinggian ke jalan raya supaya pecah kulitnya yang keras agar bisa dimakan isinya. Yang lebih membuat aku penasaran adalah cerita bahwa ada gagak yang menaruh biji-bijian itu di depan roda mobil yang berhenti saat lampu merah, setelah lampu hijau roda mobil akan melindas biji-bijian itu sehingga pecah kulit kerasnya. Sungguh menakjubkan...!
Pada jaman kuliah dulu ketika pertama kali lihat lukisan terakhir yang dibuat van gogh sebelum bunuh diri, ada perasaan seram sehubungan ada banyak burung hitam yang menurutku gagak sebagai simbol kematian. Di situ dilukiskan hamparan sawah kuning dengan dipenuhi burung-burung yang menyerupai gagak yang banyak sekali...apalagi ditambah dengan membaca sejarah hidup sang maestro yang tragis.
Persepsiku tentang sangarnya burung gagak sangat dipengaruhi oleh budaya dimana aku hidup. pada jaman dulu jika melihat burung gagak anak kecil harus segera sembunyi karena dikatakan burung gagak itu membawa-bawa nyawa orang yang telah mati. apalagi jika mendengar suaranya yang sangat menyeramkan untuk seorang anak kecil jaman dulu.
Ternyata lain lubuk lain belalang, penilaianku terkoreksi ketika hadir langsung menyaksikan banyaknya burung gagak yang ada di sini walaupun van gogh tidak hidup di Munich tapi paling tidak alam belanda tidak jauh beda. Jadi memang alam yang sebenarnya yang telah dilukis vincent van gogh yang pernah memotong telinganya karena jengkel tidak bisa digambarnya. Selain burung gagak kata kawanku di sini semakin banyak jenis burung yang dulu belum pernah terlihat berkeliaran di sini. Suatu keadaan yang sepertinya mustahil terjadi di Indonesia. Yang terjadi berjenis-jenis burung telah lama punah. Pada waktu masih kecil pun aku jarang sekali melihat burung gagak. Tapi masih beruntung aku masih sempat menyaksikan burung sikatan yang sering mencari makan di kandang-kandang ternak. Sekarang jangan harap lagi untuk bisa menyaksikan gerak lincahnya selain di kebun binatang.
Pada jaman dulu di Eropa orang yang ketahuan berburu tanpa ijin akan dipotong tangannya. dan yang punya ijin biasanya raja dan keluarganya saja...untung sekarang tidak sekejam itu aturannya. Pun masyarakatnya sudah semakin sadar sendiri bahwa burung-burung harus diberi hak hidup bebas. Ketika musim dingin, ketika segala macam makanan yang ada di alam telah habis atau susah didapatkan burung yang tidak ikut imigrasi ke afrika, orang-orang di sini menyediakan makanan burung yang di gantung di luar, biasanya pada ranting-ranting yang telah rontok habis daun-daunnya. Makanan burung itu dapat dibeli di supermarket yang berbentuk bulatan dalam kantong jaring bertali.
Na ja.. sebelum nanti kita di Indonesia semakin kehilangan banyak jenis burung. Sudah waktunya kita mengikuti apa yang dilakukan orang Eropa dengan membiarkan burung hidup dengan bebas.
Jangan lagi ada perburuan!
Sayangi burung sekarang juga!

No comments:

Post a Comment